Sabtu, 01 Juni 2013

Teori Terjadinya Tata Surya

Jika Anda berdiri pada malam hari ketika udara cerah tanpa awan dan kabut kemudian mencoba mengamati jagat raya, akan tampak bola langit yang dihiasi berjuta-juta bahkan miliaran benda langit, baik yang memancarkan sinar (cahaya) maupun yang menerima dan memantulkan sinar. Benda-benda langit tersebut secara umum dibedakan menjadi tiga kelompok utama, yaitu sebagai berikut.

1. Bintang, yaitu benda langit yang mengeluarkan cahayanya sendiri. Benda langit itu berupa bola gas pijar yang memancarkan sinar. Matahari merupakan salah satu bintang. Kumpulan-kumpulan bintang tersebut dapat berupa:
a. bintang tunggal, yaitu bintang yang tampak menyendiri;
b. bintang kembar (biner), yaitu dua bintang yang tampak terletak saling berdekatan;
c. rasi, yaitu kumpulan beberapa bintang yang terlihat membentuk gambar-gambar tertentu, seperti Aries, Gemini, Leo, Ursa Mayor, Bintang layang-layang (Crux);
d. galaksi, yaitu kumpulan miliaran bintang seperti Bimasakti dan Andromeda. Di dalam jagat raya terdapat ribuan galaksi yang tersebar.

Gambar 2.1 Galaksi Andromeda

Galaksi Andromeda merupakan salah satu bagian dalam sistem tata surya yang terdiri atas kumpulan ribuan bahkan miliaran bintang.
2. Tata Surya, yaitu susunan benda langit sebagai satuan keluarga Matahari. Matahari dikelilingi oleh benda-benda angkasa yang mempunyai lintasan tetap. Benda angkasa dengan lintasan tetap itu disebut planet. Tata surya terdiri atas Matahari dengan 8 planet yang mengelilinginya.
3. Nebula, yaitu benda langit sejenis gumpalan awan di jagat raya.


Sampai saat ini, proses terbentuknya bentukan jagat raya dan tata surya masih merupakan suatu misteri. Berbagai teori dan hipotesis banyak dikemukakan oleh para ahli untuk menjawab misteri tersebut. Beberapa teori tersebut di antaranya hipotesis nebula, planetesimal, teori pasang, dan teori Lyttleton.

a. Hipotesis Nebula
Hipotesis Nebula dikembangkan oleh Immanuel Kant (1755) dan Pierre Simon Marquis de Laplace (1796). Inti dari hipotesis ini adalah bahwa tata surya terbentuk atas massa gas pijar yang berputar, kemudian mendingin membentuk Matahari dan planet-planetnya.

b. Hipotesis Planetesimal
Sekitar 1900, seorang ahli astronomi bernama Forest Ray Moulton dan ahli geologi bernama T.C. Chamberlin mengemukakan teori terbentuknya tata surya yang dikenal dengan Hipotesis Planetesimal. Menurut mereka, planetesimal adalah suatu benda padat kecil yang mengelilingi suatu inti gas.

Gambar 2.2 Terbentuknya Tata Surya

Terbentuknya tata surya menurut Hipotesis Planetesimal dikemukakan oleh Chamberlin-Moulton. Inti dari teori ini adalah pada suatu ketika terdapat sebuah bintang yang menembus ruang angkasa dengan cepat dan berada dekat sekali dengan Matahari. Daya tarik (gravitasi) antara bintang tersebut dan Matahari semakin tinggi pada saat jaraknya semakin dekat, sehingga menyebabkan terjadinya pasang naik massa gas yang dikandung oleh kedua bintang. Pada saat pasang naik, gas dalam tubuh Matahari mencapai puncaknya, sehingga timbul beberapa bagian kecil massa Matahari yang terlepas atau terlempar dan mulai mengorbit di sekitar Matahari. Setelah bintang tersebut menjauh dari Matahari, pasang Matahari kembali menurun ke arah normal. Massa gas yang terlempar dan mengorbit di sekitar Matahari ini lama kelamaan mendingin dan membeku (memadat) membentuk planetesimal atau benda-benda padat, yang pada akhirnya membentuk planet.

c. Teori Pasang
Teori Pasang dikemukakan oleh Sir James Jeans dan Sir Harold Jeffreys pada 1918. Menurut kedua ahli tersebut, planet bukanlah terbentuk dari pecahan kecil gas saat terjadi pasang naik Matahari yang kemudian memadat membentuk planetesimal, melainkan langsung terbentuk dari massa asli yang ditarik dari Matahari oleh bintang lain yang lewat ke dekat Matahari kita. Inti dari teori pasang adalah pada suatu ketika ada suatu bintang yang datang mendekati bahkan hampir menyentuh Matahari. Berkat adanya gaya gravitasi, bintang tersebut mengisap filamen gas yang berbentuk cerutu dari tubuh Matahari. Filamen tersebut membesar pada bagian tengahnya dan mengecil di kedua bagian ujung, kemudian membentuk planet. Oleh karena itu, planet-planet yang terletak di bagian tengah seperti Yupiter, Saturnus, dan Uranus, memiliki ukuran lebih besar jika dibandingkan dengan planet yang letaknya di bagian tepi.

d. Teori Lyttleton
Teori ini dikemukakan oleh seorang ahli astronomi bernama R.A. Lyttleton. Menurutnya, Matahari pada awalnya merupakan bintang kembar yang mengelilingi suatu pusat gravitasi. Padasuatu ketika ada bintang yang melewati dan mendekati salah satu bintang kembar tersebut. Akibat benturan dengan bintang yang lewat tersebut, salah satu bintang kembar hancur dan berubah bentuknya menjadi massa gas besar yang berputar-putar. Selanjutnya bintang kembar yang tidak hancur menjadi Matahari, sedangkan massa gas yang hancur dan berputar-putar menjadi planet anggota dari tata surya yang terbentuk.


Sumber: budisma.web.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar