Proses
terjadinya jagat raya merupakan salah satu misteri yang dicoba
dipecahkan oleh manusia. Berikut ini adalah teori-teori yang menjelaskan
proses pembentukan jagat raya.
a. Teori ”Big Bang”
Salah satu teori yang menjelaskan proses terjadinya
jagat raya adalah teori ”Big Bang”. Menurut teori ini, jagat raya
terbentuk dari ledakan dahsyat yang terjadi kira-kira 13.700 juta tahun
yang lalu. Akibat ledakan tersebut materi-materi dengan jumlah sangat
banyak terlontar ke segala penjuru alam semesta. Materi-materi tersebut
akhirnya membentuk bintang, planet, debu kosmis, asteroid, meteor,
energi, dan partikel-partikel lain. Teori ”Big Bang” ini didukung oleh
seorang astronom dari Amerika Serikat, yaitu Edwin Hubble.
Berdasarkan pengamatan dan penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa
jagat raya ini tidak bersifat statis. Semakin jauh jarak galaksi dari
Bumi, semakin cepat proses pengembangannya. Penemuan tersebut dikuatkan
lagi oleh ahli astrofisika dari Amerika Serikat, Arno Pnezias dan Robert Wilson
pada tahun 1965 telah mengukur tahap radiasi yang ada di angkasa raya.
Penemuan ini kemudian disahkan oleh ahli sains dengan menggunakan alat
NASA yang bernama COBE spacecraft antara tahun 1989–1993. Kajian-kajian
terkini dari laboratorium CERN (Conseil Europeen pour la Recherche Nucleaire atau European Council for Nuclear Research) yang
terletak berdekatan dengan Genewa menguatkan lagi teori ”Big Bang”.
Semua ini mengesahkan bahwa pada masa dahulu langit dan Bumi pernah
bersatu sebelum akhirnya terpisah-pisah seperti sekarang.
b. Teori ”Keadaan Tetap”
Teori ”keadaan tetap” atau teori ciptaan sinambung menyatakan bahwa jagat raya selama berabad-abad selalu dalam keadaan yang sama dan zat hidrogen senantiasa dicipta dari ketiadaan. Penambahan jumlah zat, dalam teori ini memerlukan waktu yang sangat lama, yaitu kira-kira seribu juta tahun untuk satu atom dalam satu volume ruang angkasa. Teori ini diajukan oleh ahli astronomi Fred Hoyle dan beberapa ahli astrofisika Inggris. Dalam teori ”keadaan tetap”, kita harus menerima bahwa zat baru selalu diciptakan dalam ruang angkasa di antara berbagai galaksi, sehingga galaksi baru akan terbentuk guna menggantikan galaksi yang menjauh. Orang sepakat bahwa zat yang merupakan asal mula bintang dan galaksi tersebut adalah hidrogen. Teori ini diterima secara skeptis oleh beberapa ahli yang lain, sebab hal itu melanggar salah satu hukum dasar fisika, yaitu hukum kekekalan zat. Zat tidak dapat diciptakan atau dihilangkan tetapi hanyalah dapat diubah menjadi jenis zat lain atau menjadi energi. Sampai saat ini belum dapat dipastikan bagaimana sesungguhnya jagat raya ini terbentuk. Teori-teori yang dikemukakan para ahli tersebut tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri.
Anggapan-Anggapan tentang Jagat Raya dan Alam Semesta
Sejak zaman dahulu manusia telah dibuat takjub dengan
berbagai fenomena yang ada di alam semesta. Berbagai fenomena alam
tersebut menyebabkan timbulnya keingintahuan untuk dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang ada di benak manusia. Mengapa bintang hanya
terlihat pada malam hari dan matahari bersinar pada siang hari? Mengapa
matahari terbit di timur dan bukan di barat? Apakah Bumi dikelilingi
matahari? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lain yang timbul.
Berikut ini adalah anggapan-anggapan manusia tentang jagat raya dan alam semesta sejak dahulu hingga sekarang.
a. Anggapan Antroposentris atau Egosentris
Anggapan ini dimulai pada tingkat awal manusia atau pada masa manusia
primitif yang menganggap bahwa manusia sebagai pusat alam semesta. Pada
waktu menyadari ada Bumi dan langit, manusia menganggap matahari,
bulan, bintang, dan Bumi serupa dengan hewan, tumbuhan, dan dengan
dirinya sendiri.
b. Anggapan Geosentris
Anggapan ini menempatkan Bumi sebagai pusat dari alam semesta. Geosentris (geo = Bumi; centrum =
titik pusat). Anggapan ini dimulai sekitar abad VI Sebelum Masehi (SM),
saat pandangan egosentris mulai ditinggalkan. Salah seorang yang
mengemukakan anggapan geosentris adalah Claudius Ptolomeus.
Ia melakukan observasi di Alexandria, kota pusat budaya Mesir pada masa
lalu. Ia menganggap bahwa pusat jagat raya adalah Bumi, sehingga Bumi
ini dikelilingi oleh matahari dan bintang-bintang.
c. Anggapan Heliosentris
Semakin majunya alat penelitian dan sifat ilmuwan yang
semakin kritis, menyebabkan bergesernya anggapan geosentris. Pandangan
heliosentris (helios = matahari) dianggap sebagai pandangan yang
revolusioner yang menempatkan matahari sebagai pusat alam semesta.
Seorang mahasiswa kedokteran, ilmu pasti dan Astronomi, Nicholas Copernicus (1473–1543) pada tahun 1507 menulis buku ”De Revolutionibus Orbium Caelestium” (tentang
revolusi peredaran benda-benda langit). Ia mengemukakan bahwa matahari
merupakan pusat jagat raya yang dikelilingi planet-planet, bahwa bulan
mengelilingi Bumi dan bersama-sama mengitari matahari, dan bahwa Bumi
berputar ke timur yang menyebabkan siang dan malam.
d. Anggapan Galaktosentris
Galaktosentris (Galaxy = kumpulan jutaan bintang) merupakan anggapan
yang menempatkan galaksi sebagai pusat Tata Surya. Galaktosentris
dimulai tahun 1920 yang ditandai dengan pembangunan teleskop raksasa di
Amerika Serikat, sehingga dapat memberikan informasi yang lebih banyak
mengenai galaksi.Sumber: budisma.web.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar