Sabtu, 04 Januari 2014

BECAK VS FERARRI

Manakah dari dua kendaraan tersebut di atas yang akan melaju paling kencang jika diadu dalam suatu balapan? Pertanyaan bodoh ini pasti akan sangat mudah terjawab, bahkan oleh anak TK sekalipun. Tentu semua orang dengan mudah pasti menjawab Ferarri yang akan melaju paling kencang jauh melampaui becak.

Mengapa Ferarri melaju paling kencang dibandingkan dengan becak?

Pertanyaan bodoh yang kedua juga akan mudah terjawab, bahkan oleh tamatan SD sekalipun. Ferarri sudah menggunakan tenaga mesin modern berteknologi tinggi yang dihasilkan dengan ilmu fisika, teknik otomotif, ilmu matematika, dan berbagai disiplin ilmu yang lain sehingga mampu melaju lebih kencang. Sedangkan becak masih menggunakan teknologi fisika kuno yaitu prinsip pesawat sederhana dengan menggunakan katrol. Tenaganya diperoleh dari kekuatan otot betis Si Tukang Becak. Berbeda jauh dari mobil Ferarri.

Mana yang ingin Anda miliki antara Becak dan Ferarri?

Pertanyaan terbodoh yang bisa ditanyakan pada orang gila adalah disuruh memilih Becak dan Ferarri. Tentu saja Anda akan memilih Ferarri daripada Becak. Mungkin beberapa dari Anda akan menjawab Becak sebagai pilihan. Ya... saya khawatir akan hal itu. Jika becak yang menjadi pilihan Anda, segera hubungi psikiater. Mungkin ada masalah dengan kesehatan otak Anda.

Baiklah, bagaimana jika tajuk diatas kita ganti dengan PARADIGMA LAMA VS PARADIGMA BARU.

Manakah dari dua paradigma diatas yang lebih baik bagi Anda?
Mengapa paradigma yang Anda pilih lebih baik dari paradigma yang lain?
Mana yang benar-benar Anda terapkan dalam kehidupan Anda? Paradigma lama atau paradigma baru?

Mungkin jawaban Anda akan berbeda dengan orang yang lain. Dan mungkin juga Anda sendiri belum tahu sebenarnya maksud dari pertanyaan itu dan Anda tidak memilih keduanya. Oke... akan saya beri penjelasan maksud saya.

Saya akan ambil contoh dari dunia pendidikan kita. Saya mengamati bahwa paradigma pendidikan masa kini masih tetap tidak berubah sejak zaman setelah kemerdekaan Indonesia. Sementara itu zaman terus mengalami perubahan terus menerus. Mungkin dulu orang tua Anda mengatakan, "Pergilah ke sekolah, belajarlah dengan baik dan berprestasi, setelah lulus kuliah, carilah pekerjaan yang mapan dan bergaji tinggi." Orang tua saya juga termasuk orang yang menyarankan hal itu pada saya.

Teman saya semasa sekolah yang pintar dan selalu juara kelas telah memenuhi keinginan orang tua mereka. Ada yang jadi dokter, arsitek, polisi, tentara, karyawan perusahaan besar yang bergaji tinggi, bahkan PNS. Sementara itu teman saya yang di masa sekolah adalah anak yang nakal dan bodoh mempunyai usaha warnet. Dan yang mengherankan pada saat kami semua mengadakan reuni, Si Bodoh pada masa sekolah datang dengan membawa sedan. Sementara Si Pintar datang dengan menggunakan motor bebek.

Saya terkejut dan bingung, bagaimana teman saya yang urakan, nakal dan juga bodoh dalam pelajaran di kelas, sekarang bisa hidup lebih kaya daripada teman saya yang pintar di dalam kelas. Apa ada yang salah dengan paradigma yang berbunyi "Pergilah ke sekolah, belajarlah dengan baik dan berprestasi, setelah lulus kuliah, carilah pekerjaan yang mapan dan bergaji tinggi."?

Saya yakinkan pada Anda bahwa tidak ada yang salah dengan paradigma itu. Paradigma itu benar pada zamannya, yaitu pada saat setelah kemerdekaan. Indonesia yang baru merdeka butuh banyak tenaga kerja untuk membangun negeri yang hancur pasca perang. Orang bisa dengan mudah hidup dalam kemewahan hanya dengan bersekolah tinggi dan mendapatkan kerja bergaji tinggi. Banyak orang kaya baru bermunculan.

Ya... Anda dapat memakai paradigma tersebut pada zamannya. Tapi sayang sekali, zaman tidak statis. Zaman terus berubah, dan Anda sudah tidak dapat mengandalkan paradigma "Pergilah ke sekolah, belajarlah dengan baik dan berprestasi, setelah lulus kuliah, carilah pekerjaan yang mapan dan bergaji tinggi." Paradigma itu sudah usang dan kuno. Sungguh mengenaskan sekali, justru orang tua kita mengajarkan apa yang mereka pelajari semasa kecilnya, yaitu "Pergilah ke sekolah, belajarlah dengan baik dan berprestasi, setelah lulus kuliah, carilah pekerjaan yang mapan dan bergaji tinggi."

Kita memerlukan sesuatu yang baru untuk dipelajari. Saya tidak hendak mengatakan bahwa sistem sekolah kita saat ini tidak baik bagi anak-anak sekarang. Tapi kita perlu menambahkan pendidikan yang lain supaya bisa melengkapi sistem pendidikan kita saat ini sehingga bisa diterapkan untuk menghadapi hidup di zaman sekarang.

Tapi sayangnya, orang yang pintar atau seorang ahli dalam suatu bidang cenderung tidak mau menerima ide-ide baru atau paradigma baru. Otak mereka suka beralasan dan sangat konservatif terhadap hal-hal baru.

Mereka mengatakan bahwa untuk sukses harus diraih dengan bersekolah yang tinggi, mendapatkan gelar, lalu mencari pekerjaan bergaji tinggi. Setelah itu ketika mereka menemukan pasangan mereka menikah, dan karena dua-duanya bekerja mereka merasa cukup dapat penghasilan. Untuk itu mereka memberanikan diri untuk mencicil rumah.

Kemudian datang lah kabar gembira bahwa yang perempuan hamil. Untuk itu yang lelaki bekerja lebih keras lagi untuk menyambut kehadiran sang bayi. Begitu bayi lahir dan bayi berikutnya lahir, keduanya termotivasi untuk mengejar uang lebih keras lagi.

Waktu berlalu dan mereka berdua dipromosikan dan naik gaji. Ketika bertambah bayi berikutnya akhirnya yang laki-laki meminta sang istri berhenti bekerja untuk merawat anak. Dan sang suami bekerja lebih keras lagi sampai akhinya dipromosikan dan naik gaji lagi. Dan kerena gaji cukup besar maka beranilah mulai menyicil mobil.

Seiring anak-anaknya bertambah besar, rumah yang kecil tadi semakin penuh sesak dan begitu gaji besar maka mulai menyicil rumah yang lebih besar. Dan ketika anak-anak mulai besar maka mulai menyicil mobil berikutnya. Dan ketika karir melonjak lebih bagus lagi karena di angkat menjadi direktur maka mulailah menyicil rumah mewah dan ada kolam renangnya. Terus dan menerus sampai akhirnya mereka mati meninggalkan hutang. Mereka seumur hidup menjadi budak uang.

Sedangkan orang kaya yang sebenarnya, mereka begitu lulus atau bahkan sebelum lulus mereka bekerja untuk mendapatkan pengetahuan, uang dan kenalan dimana akhirnya uang bekerja untuk mereka. Mereka menunda kesenangan, mengumpulkan uang, pengetahuan, dan kenalan kemudian mereka menginvestasikan ketiganya tadi sehingga uang bekerja untuk mereka dengan atau tanpa berkerja.

Jadi kesimpulannya, dibutuhkan lebih dari sekedar gelar akademis untuk bisa bebas secara keuangan. Kita juga butuh kecerdasan finansial. Apa itu kecerdasan finansial? Saya tidak akan menyampaikan secara detail mengenai hal itu. Anda bisa membacanya sendiri pada bukunya Robert T. Kiyosaki berjudul "Rich Dad Poor Dad."

Semoga tulisan ini menginspirasi Anda. Amiiin.


KUNJUNGI LINK BERIKUT:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar