Minggu, 12 April 2020

JENIS DAN PENANGGULANGAN BENCANA MELALUI EDUKASI, KEARIFAN LOKAL, DAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI MODERN

Indonesia adalah negeri yang sangat rawan terhadap bencana alam. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, hingga 14 Desember 2018 -sepekan sebelum bencana tsunami di Selat Sunda menerjang- telah terjadi 2.436 kejadian bencana di Indonesia.
Berdasarkan data BNPB, kejadian gempa bumi sendiri menyebabkan 572 nyawa melayang tahun ini (2018). Sementara untuk kejadian gempa bumi yang diikuti tsunami, hingga 14 Desember lalu, sebelum tsunami Selat Sunda memakan korban jiwa sebanyak 3.397 (sumber: baca). Selain korban jiwa, kerugian material akibat bencana alam Indonesia bukan kedikit jumlahnya.
Posisi Indonesia yang berada pada pertemuan Jalur Pegunungan Mediterania dan Jalur Pegunungan Pasifik, menyebabkan Indonesia memiliki gunung aktif yang sangat banyak, jalur sesar yang merupakan potensi gempa bumi, ditambah posisi Indonesia yang diapit dua samudra, Pasifik dan Hindia Indonesia juga menjadi negara yang rentan terhadap musibah tsunami.
Curah hujan tinggi, sebagai ciri iklim Indonesia kombinasi dengan sungai-sungai periodik dan episodik yang cukup panjang, luapannya kerap menerpa menjadi musibah banjir bandang yang sering terjadi di Indonesia.  

Jenis Dan Karakteristik Bencana Alam

Dari situ bnpb.go.id Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut:
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana non-alam, dan bencana sosial.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antar-komunitas masyarakat, dan teror.
Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun kerusakan. Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari satu wilayah, maka dihitung sebagai satu kejadian.
Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, aktivitas gunung api atau runtuhan batuan.
Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah “erupsi”. Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar.
Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan (“tsu” berarti lautan, “nami” berarti gelombang ombak). Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi.
Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng.
Banjir adalah peristiwa atau keadaan di mana terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat.
Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.
Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Adapun yang dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi di lahan pertanian yang ada tanaman (padi, jagung, kedelai dan lain-lain) yang sedang dibudidayakan .
Kebakaran adalah situasi di mana bangunan pada suatu tempat seperti rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang menimbulkan korban dan/atau kerugian.
Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan sering kali menyebabkan bencana asap yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar.
Angin puting-beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 Km/jam hingga menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat (3-5 menit).
Gelombang pasang atau badai adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan karena efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat menimbulkan bencana alam. Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis tetapi keberadaan siklon tropis akan memberikan pengaruh kuat terjadinya angin kencang, gelombang tinggi disertai hujan deras.
Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi.
Kecelakaan transportasi adalah kecelakaan moda transportasi yang terjadi di darat, laut dan udara.
Kecelakaan industri adalah kecelakaan yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe conditions). Adapun jenis kecelakaan yang terjadi sangat bergantung pada macam industrinya, misalnya bahan dan peralatan kerja yang dipergunakan, proses kerja, kondisi tempat kerja, bahkan pekerja yang terlibat di dalamnya.
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004.
Konflik Sosial atau kerusuhan sosial atau huru-hara adalah suatu gerakan massal yang bersifat merusak tatanan dan tata tertib sosial yang ada, yang dipicu oleh kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi yang biasanya dikemas sebagai pertentangan antar suku, agama, ras (SARA).
Aksi Teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan cara merampas kemerdekaan sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda, mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik internasional.
Sabotase adalah tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh melalui subversi, penghambatan, pengacauan dan/ atau penghancuran. Dalam perang, istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan aktivitas individu atau grup yang tidak berhubungan dengan militer, tetapi dengan spionase. Sabotase dapat dilakukan terhadap beberapa struktur penting, seperti infrastruktur, struktur ekonomi, dan lain-lain.

Siklus Penanggulangan Bencana

Sistem Penanggulangan Bencana

Dari situs bnpb.go.id, Indonesia menyadari bahwa masalah kebencanaan harus ditangani secara serius sejak terjadinya gempa bumi dan disusul tsunami yang menerjang Aceh dan sekitarnya pada 2004. Kebencanaan merupakan pembahasan yang sangat komprehensif dan multidimensi. Menyikapi kebencanaan yang frekuensinya terus meningkat setiap tahun, pemikiran terhadap penanggulangan bencana harus dipahami dan diimplementasikan oleh semua pihak. Bencana adalah urusan semua pihak. Secara periodik, Indonesia membangun sistem nasional penanggulangan bencana. Sistem nasional ini mencakup beberapa aspek antara lain:
Legislasi
Dari sisi legislasi, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Produk hukum di bawahnya antara lain Peraturan Pemerintah , Peraturan Presiden, Peraturan Kepala-kepala Badan, serta peraturan daerah. (Lebih detail lihat Produk Hukum).
Kelembagaan
Kelembagaan dapat ditinjau dari sisi formal dan non formal. Secara formal, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan focal point lembaga pemerintah di tingkat pusat. Sementara itu, focal point penanggulangan bencana di tingkat provinsi dan kabupaten/kota adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Dari sisi non formal, forum-forum baik di tingkat nasional dan lokal dibentuk untuk memperkuat penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia. Di tingkat nasional, terbentuk Platform Nasional (Planas) yang terdiri unsur masyarakat sipil, dunia usaha, perguruan tinggi, media dan lembaga internasional. Pada tingkat lokal, kita mengenal Forum PRB Yogyakarta dan Forum PRB Nusa Tenggara Timur.
Pendanaan
Saat ini kebencanaan bukan hanya isu lokal atau nasional, tetapi melibatkan internasional. Komunitas internasional mendukung Pemerintah Indonesia dalam membangun manajemen penanggulangan bencana menjadi lebih baik. Di sisi lain, kepedulian dan keseriusan Pemerintah Indonesia terhadap masalah bencana sangat tinggi dengan dibuktikan dengan penganggaran yang signifikan khususnya untuk pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam pembangunan.
Berikut beberapa pendanaan yang terkait dengan penanggulangan bencana di Indonesia:
Dana DIPA (APBN/APBD)
Dana Kontijensi
Dana On-call
Dana Bantuan Sosial Berpola Hibah
Dana yang bersumber dari masyarakat
Dana dukungan komunitas internasional

Siklus Manajemen Bencana

Manajemen bencana meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
  1. Sebelum bencana terjadi, meliputi langkah-langkah pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan dan kewaspadaan;
  2. Pada waktu bencana sedang atau masih terjadi, meliputi langkah-langkah peringatan dini, penyelamatan, pengungsian dan pencarian korban;
  3. Sesudah terjadinya bencana, meliputi langkah penyantunan dan pelayanan, konsolidasi, rehabilitasi, pelayanan lanjut, penyembuhan, rekonstruksi dan pemukiman kembali penduduk.
Tidak dapat ditarik garis tegas bahwa tahapan-tahapan tersebut dapat digunakan secara berurutan, namun ini adalah kegiatan yang menyeluruh dan berkelanjutan.
Tahap pertama atau sebelum terjadi bencana, meliputi:
  1. Pencegahan, yaitu kegiatan yang lebih dititik beratkan pada upaya penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan yang bertujuan mengurangi risiko bencana. Misal peraturan tentang RUTL, IMB, rencana tata guna tanah, rencana pembuatan peta rawan bencana dsb.;
  2. Mitigasi, upaya untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan bencana, misal pembuatan tanggul, sabo dam, check dam, Break water, Rehabilitasi dan normalisasi saluran;
  3. Kesiapsiagaan, Yaitu kegiatan penyuluhan, pelatihan dan pendidikan kepada masyarakat, petugas di lapangan maupun operator pemerintah, di samping itu perlu dilatih ketrampilan dan kemahiran serta kewaspadaan masyarakat.
Tahap kedua yaitu waktu bencana sedang atau masih terjadi:
  1. Peringatan dini, yaitu kegiatan yang memberikan tanda atau isyarat terjadinya bencana pada kesempatan pertama dan paling awal. Peringatan dini ini diperlukan bagi penduduk yang bertempat tinggal didaerah rawan bencana agar mereka mempunyai kesempatan untuk menyelamatkan diri;
  2. Penyelamatan dan pencarian, yaitu kegiatan yang meliputi pemberian pertolongan dan bantuan kepada penduduk yang mengalami bencana. Kegiatan ini meliputi mencari, menyeleksi dan memilah penduduk yang meninggal, luka berat, luka ringan serta menyelamatkan penduduk yang masih hidup;
  3. Pengungsian, yaitu kegiatan memindahkan penduduk yang sehat, luka ringan dan luka berat ke tempat pengungsian (evakuasi) yang lebih aman dan terlindung dari risiko dan ancaman bencana.
Tahap ketiga yaitu sesudah bencana terjadi:
  1. Penyantunan dan pelayanan, yaitu kegiatan pemberian pertolongan kepada para pengungsi untuk tempat tinggal sementara, makan, pakaian dan kesehatan;
  2. Konsolidasi, yaitu kegiatan untuk mengevaluasi seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan oleh petugas dan masyarakat dalam tanggap darurat, antara lain dengan melakukan pencarian dan penyelamatan ulang, penghitungan ulang korban yang meninggal, hilang, luka berat, luka ringan dan yang mengungsi;
  3. Rekonstruksi, yaitu kegiatan untuk membangun kembali berbagai yang diakibatkan oleh bencana secara lebih baik dari pada keadaan sebelumnya dengan telah mengantisipasi berbagai kemungkinan terjadinya bencana di masa yang akan datang. Di sini peranan K 3 menjadi penting untuk mendukung siklus itu.

Persebaran Wilayah Rawan Bencana Alam Di Indonesia

Bencana dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, karena sifat dan jenis bencana yang banyak. Besar dan kecilnya efek yang diakibatkan oleh kebencanaan tersebut juga sangat terpengaruh dari dahsyat dan tidaknya sumber bencana juga kesiap-siagaan kita menghadapi bencana tersebut. Namun sangat penting bagi kita di Indonesia untuk memahami, dan memetakan tingkat kerawanan bencana, karena posisi Indonesia yang sangat rawan terhadap bencana, khususnya yang diakibatkan oleh bencana alam.
Dari bnpb.gp.id, Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made hazards) yang menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi (geological hazards), bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards), bahaya biologi (biological hazards), bahaya teknologi (technological hazards) dan penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation) Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/ kawasan yang berisiko bencana Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat
Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera ? Jawa – Nusa Tenggara ? Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986).
Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah yang sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik ini, Indonesia sering mengalami tsunami. Tsunami yang terjadi di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh gempa-gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerah seismik aktif lainnya (Puspito, 1994). Selama kurun waktu 1600?2000 terdapat 105 kejadian tsunami yang 90 persen di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung berapi dan 1 persen oleh tanah longsor (Latief dkk., 2000). Wilayah pantai di Indonesia merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami terutama pantai barat Sumatera, pantai selatan Pulau Jawa, pantai utara dan selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hampir seluruh pantai di Sulawesi. Laut Maluku adalah daerah yang paling rawan tsunami. Dalam kurun waktu tahun 1600-2000, di daerah ini telah terjadi 32 tsunami yang 28 di antaranya diakibatkan oleh gempa bumi dan 4 oleh meletusnya gunung berapi di bawah laut.
Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan kekeringan) yang terjadi secara silih berganti di banyak daerah di Indonesia. Pada tahun 2006 saja terjadi bencana tanah longsor dan banjir bandang di Jember, Banjarnegara, Manado, Trenggalek dan beberapa daerah lainnya. Meskipun pembangunan di Indonesia telah dirancang dan didesain sedemikian rupa dengan dampak lingkungan yang minimal, proses pembangunan tetap menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan ekosistem. Pembangunan yang selama ini bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam (terutama dalam skala besar) menyebabkan hilangnya daya dukung sumber daya ini terhadap kehidupan masyarakat. Dari tahun ke tahun sumber daya hutan di Indonesia semakin berkurang, sementara itu pengusahaan sumber daya mineral juga mengakibatkan kerusakan ekosistem yang secara fisik sering menyebabkan peningkatan risiko bencana.
Pada sisi lain laju pembangunan mengakibatkan peningkatan akses masyarakat terhadap ilmu dan teknologi. Namun, karena kurang tepatnya kebijakan penerapan teknologi, sering terjadi kegagalan teknologi yang berakibat fatal seperti kecelakaan transportasi, industri dan terjadinya wabah penyakit akibat mobilisasi manusia yang semakin tinggi. Potensi bencana lain yang tidak kalah seriusnya adalah faktor keragaman demografi di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2004 mencapai 220 juta jiwa yang terdiri dari beragam etnis, kelompok, agama dan adat-istiadat. Keragaman tersebut merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain. Namun karena pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak diimbangi dengan kebijakan dan pembangunan ekonomi, sosial dan infrastruktur yang merata dan memadai, terjadi kesenjangan pada beberapa aspek dan terkadang muncul kecemburuan sosial. Kondisi ini potensial menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat yang dapat berkembang menjadi bencana nasional.

Lembaga-lembaga Yang Berperan Dalam Penanggulangan Bencana Alam

BNPB

Berdasarkan Undang-undang RI nomor 24 Tahun 2007, Negara wajib membuat Lembaga Pemerintah nondepartemen setingkat menteri yang mengurusi kebencanaan, yaitu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Terdiri atas unsur:
  1. pengarah penanggulangan bencana; dan
  2. pelaksana penanggulangan bencana.
Tugas BNPB meliputi:
  1. memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara;
  2. menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan Peraturan Perundang-undangan;
  3. menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat;
  4. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana;
  5. kepada Presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan pada setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
  6. menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan internasional;
  7. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
  8. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan; dan
  9. menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Fungsi BNPB meliputi:
  1. perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif dan efisien; dan
  2. pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.
Fungsi unsur pengarah berdasarkan amanat undang-undang adalah: Pertama, merumuskan konsep kebijakan penanggulangan bencana nasional; Ke-2, memantau; dan Ke.3 mengevaluasi dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Unsur pelaksana pada penanggulangan bencana adalah pejabat pemerintah terkait, dan unsur masyarakat profesional. Keanggotaan unsur pengarah di pilih oleh DPR dengan uji kepatutan.
Yang berwenang membentuk unsur pelaksana adalah pemerintah terdiri atas profesional dan ahli dan mempunyai fungsi koordinasi, komando, dan pelaksana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Unsur pelaksana penanggulangan bencana mempunyai tugas secara terintegrasi yang meliputi: a. Pra-bencana; b. saat tanggap darurat; dan c. Pasca-bencana.

BPBD

Pemerintah di daerah diwajibkan untuk membuat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB). Badan pada tingkat provinsi dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah gubernur atau setingkat eselon Ib; dan b. badan pada tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah bupati/wali kota atau setingkat eselon IIa.
Unsurnya hampir sama dengan BNPB antara lain:
  1. pengarah penanggulangan bencana; dan
  2. pelaksana penanggulangan bencana.
Fungsi BPBD antara lain:
  1. perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien; serta
  2. pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.
Tugas BPBD antara lain:
  1. menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara;
  2. menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan Peraturan Perundang-undangan;
  3. menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana;
  4. menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana;
  5. melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya;
  6. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala daerah setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
  7. mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;
  8. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan
  9. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
Fungsi Unsur Pengarah meliputi, pertama, menyusun konsep pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana daerah; ke-2 memantau; dan ke-3 mengevaluasi dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana daerah. Unsur pelaksana pada penanggulangan bencana adalah pejabat pemerintah terkait, dan unsur masyarakat profesional. Keanggotaan unsur pengarah di pilih oleh DPRD dengan uji kepatutan.

Lembaga Usaha

Peran lembaga usaha dalam penanggulangan bencana antara lain:
  1. Lembaga usaha menyesuaikan kegiatannya dengan kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana.
  2. Lembaga usaha berkewajiban menyampaikan laporan kepada pemerintah dan/atau badan yang diberi tugas melakukan penanggulangan bencana serta menginformasikannya kepada publik secara transparan.
  3. Lembaga usaha berkewajiban mengindahkan prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan fungsi ekonominya dalam penanggulangan bencana.

Lembaga Internasional

Peran lembaga internasional dalam penanggulangan bencana antara lain:
  1. Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah dapat ikut serta dalam kegiatan penanggulangan bencana dan mendapat jaminan perlindungan dari Pemerintah terhadap para pekerjanya.
  2. Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana sebagaimana dapat melakukan secara sendiri-sendiri, bersama-sama, dan/atau bersama dengan mitra kerja dari Indonesia dengan memperhatikan latar belakang sosial, budaya, dan agama masyarakat setempat.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana oleh lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Partisipasi Masyarakat Dalam Mitigasi Bencana Alam Di Indonesia

Hak Masyarakat:
  1. mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana;
  2. mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
  3. mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana.
  4. berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial;
  5. berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya; dan
  6. melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan penanggulangan bencana.
  7. Setiap orang yang terkena bencana berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar.
  8. Setiap orang berhak untuk memperoleh ganti kerugian karena terkena bencana yang disebabkan oleh kegagalan konstruksi.
Kewajiban Masyarakat:
  1. menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
  2. melakukan kegiatan penanggulangan bencana; dan
  3. memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan bencana.
Sumber:


https://www.bbc.com/indonesia/majalah-46691586

Sutanto, PERANAN K 3 DALAM MANAJEMEN BENCANA Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Buku Saku BNPB:


https://siaga.bnpb.go.id/hkb/po-content/uploads/documents/Buku_Saku-10Jan18_FA.pdf

Rencana Nasional Penanggulangan Bencana:


https://bnpb.go.id//rencana-nasional.html

UU RI No. 24 Tahun 2007


https://www.bnpb.go.id/ppid/file/UU_24_2007.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar